Segala bentuk konten dalam situs tokomakalah.com ini BERHAKCIPTA atau dilindungi oleh Undang-undang. jika anda ingin mendapatkan salah satu konten didalam situs ini, silahkan menghubungi kami. Informasi Selengkapnya, Klik download!
Tafsir
bi al-Ma’tsur adalah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih
yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, al-Qur’an dengan dengan sunnah
karena ia berfungsi sebagai penjelas Kitabullah, al-Qur’an dengan perkataan
sahabat karena merekalah yang dianggap paling mengetahui Kitabullah, atau
menafsirkan al-Qur’an dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi’in karena mereka
pada umumnya menerimanya dari para sahabat.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan
kehadirat Allah SWT., atas nikmat yang diberikan kepada kami sehingga kami bisa
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Ilmu Tafsir yang diampu oleh Bapak …………….
Selawat
teriring salam semoga tetap tercurah hadiahkan kepada junjungan kita sang proklamator
Islam yakni Nabi Muhammad SAW., Yang telah memberikan cahaya dalam diri kita
yakni adanya agama Islam dan Iman. Kami membuat makalah ini dengan maksud dan
tujuan agar pembaca dapat menambah wawasan dalam ilmu pengetahuan sehingga
menjadi muslim yang unggul dalam ilmu, professional dalam karya.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa
makalah yang berjudul “Metode Tafsir bi al–Ma’tsur (Tafsir Al-qur’an dan
Hadist )”
yang kami susun ini, masih sangat jauh dari kesempurnaan, baik dari
segi penyusunan maupun isinya yang masih kurang tepat. Kesalahan demikian
adalah karena masih sangat terbatas ilmu yang kami miliki ini, oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati kami harapkan kritik dan saran yang membangun selalu mengalir untuk kesempurnaan
makalah ini.
Sebagai makalah sederhana yang kami harapkan kepada seluruh
pecinta ilmu pengetahuan, sudah sepatutnya kita memohon kepada Allah SWT semoga
Allah senantiasa selalu memberkati pikiran dan semua tindakan yang
kita lakukan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.......................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah..................................................................................... 1
C.
Tujuan Masalah.......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Tafsir bi al-Ma’tsur..................................................................................... 2
B.
Kistimewaan Tafsir bi
al-Ma’tsur.............................................................. 2
C.
Kelemahan Tafsir bi
al-Ma’tsur................................................................. 3
D.
Tafsir al-Qur’an dengan hadist.................................................................. 3
E.
Fungsi Hadist terhadap al-Qur’an............................................................ 5
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................ 7
B. Saran........................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Al-qur’an dan Al-Hadist adalah
pedoman manusia khususnya umat muslim yang telah ditinggalkan oleh Rosulullah
SAW. kepada seluruh ummatnya. Al-qu;an merupakan firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai pedoman bagi ummat manusia dalam menata
kehidupannya, agar memperoleh kebahagiaan lahir dan batin baik di dunia maupun
di akhirat kelak. Al-Hadist merupakan perkataan, perbuatan, dan yang menyangkut
hal ihwalnya. Konsep-konsep yang dibawa Al-qur’an dan Al-Hadist selalu relavan
dengan problem yang dihadapi manusia karena ia turun untuk berdialog dengan
setiap ummat yang ditemuinya, sekaligus menawarkan pemecahan terhadap problem
tersebut, kapan dan dimanapunmereka berada dari sinilah studi tentang Al-qur’an
sangat penting dilakukan.
Mufassir membandingkan yat-ayat
Al-qur’an dengan Hadist Nabi SAW. yang terkesan bertentangan. Dalam melakukan
perbandingan ayat Alqu’an dengan Hadist yang terkesan berbeda atau bertentangan
ini, langkah pertama yang harus ditempuh adalah menentukan nilai Hadist yang
akan diperbandingkan dengan ayat Al-qur’an, Hadist itu haruslah shahih. Setelah
itu mufassir melakukan analisis terhadap latar belakang terjadinya perbedaan
atau pertentangan antar keduanya.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian dari Tafsir bi al-Ma’stur ?
2. Mengapa
hadist dhaif tidak boleh diperbandingkan
dengan ayat al-Qur’an ?
3. Apa
fungsi hadist terhadap al-Qur’an ?
C. Tujuan
Masalah
1. Mengetahui
pengertian dari Tafsir bi al-Ma’stur
2. Mengetahui
alasan hadist dhaif tidak boleh diperbandingkan dengan ayat al-Qur’an
3. Mengetahui
fungsi hadist terhadap al-Qur’an
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Tafsir
bi al-Ma’tsur
Dinamai dengan nama ini (dari kata atsar
yang berarti sunnah, hadist, jejak, peninggalan) karena dalam melakukan
penafsiran seorang mufassir menelusuri jejak atau peninggalan masa lalu dari
generasi sebelumnya terus sampai kepada Nabi SAW. Tafsir bi al-Ma’tsur adalah tafsir yang berdasarkan pada
kutipan-kutipan yang shahih yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, al-Qur’an
dengan dengan sunnah karena ia berfungsi sebagai penjelas Kitabullah, al-Qur’an
dengan perkataan sahabat karena merekalah yang dianggap paling mengetahui
Kitabullah, atau menafsirkan al-Qur’an dengan perkataan tokoh-tokoh besar
tabi’in karena mereka pada umumnya menerimanya dari para sahabat.
B. Keistimewaan Tafsir bil
mat'tsur
Tafir bil ma'tsur ini lebih banyak
memakai riwayat ketimbang tafsir bi ra'yi. Selain itu tafsir bil ma'tsur ini
diterima dan diriwayatkan dari Nabi, sahabat, dan tabi'in dari mulut ke mulut
dengan menyebutkan para perawinya mulai Nabi SAW terus kepada perawi terakhir.
Menurut Quraish Shihab,
keistimewaan tafsir bil ma'tsur adalah :
1. Menekankan pentingnya bahasa dalam
memahami al-Qur'an.
2. Memaparkan ketelitian redaksi ayat
ketika menyampaikan pesan-pesannya.
3. Mengikat mufassir dalam bingkai teks
ayat-ayat, sehingga membatasinya terjerumus dalam subjektif penafsiran.
Penafsiran Al-Qur'an dengan Al-Qur’an dan
penafsiran Al-Qur'an dengan hadis shahih yang sampai kepada rasulullah SAW,
maka tidak diragukan lagi bisa diterima dan tidak ada perbedaan, ia merupakan
tingkatan tafsir yang tertinggi.
C. Kelemahan Tafsir bil mat'tsur
Penafsiran Al-Qur'an dengan
pendapat-pendapat yang disandarkan kepada para sahabat dan tabi'in, mengandung
banyak kelemahan karena beberapa sebab:
1) Banyak riwayat yang disisipkan oleh
musuh-musuh Islam, seperti yang disisipkan oleh orang-orang zindiq (seseorang
yang tidak berpegang teguh terhadap agama), baik dari bangsa Yahudi maupun
bangsa Persia.
2) Usaha-usaha yang dilakukan oleh
penganut-penganut mazhab yang terlalu jauh menyimpang dari kebenaran, seperti
yang dilakukan oleh kaum Syiah yang telah menyandarkan kepada Ali ra.
3) Bercampur baurnya riwayat-riwayat
yang shahih dengan tidak shahih dan banyaknya ucapan-ucapan yang dibangsakan
kepada sahabat, atau tabi'in tanpa menyebut sanad dan tanpa menyaring, sehingga
bercampurlah yang hak dengan yang batil.
D. Tafsir al-Qur’an dengan Hadist
Dalam ilmu pentafsiran Al-quran ialah menggunakan
Hadith Sahih yang ada kaitan dengan ayat-ayat Al-quran tersebut. Ini kerana,
tidak semua ayat-ayat Al-quran dapat ditafsirkan dengan ayat Al-quran yang
lain. Rasulullah SAW lebih mengetahui apa yang dimaksudkan oleh Allah SWT
berbanding dengan manusia biasa. Bahkan, Hadith Sahih yang datang daripadanya
tidak lain hanyalah wahyu daripada Allah SWT dan bukan menurut fikiran Baginda
SAW. Maka sebab itulah Baginda SAW mampu mentafsirkan Al-quran. Terdapat banyak
ayat-ayat Al-quran yang ditafsirkan oleh Baginda SAW melalui Hadith Baginda
SAW.
Contoh Penafsiran Al-qur’an dengan Hadits
Allah ‘Azza wa jalla berfirman :
وَأَعِدُّواْ
لَهُم مَّا ٱسۡتَطَعۡتُم مِّن قُوَّةٍ۬) … الاٴنفَال: ٦٠(
Artinya : “Hendaklah kamu
sediakan untuk melawan mereka, sekedar tenaga kekuatanmu … “. QS. Al-Anfal
: 60.
Nabi SAW. Menafsirkan kata Al-quwwah
(قُوَّةٍ۬) dengan Ar-Ramnya ( الرَّمْيُ) yang artinya panah. Sabda Nabi : “ingat,
sesungguhnya kekuatan adalah anak panah, ingat, sesungguh-Nya kekuatan adalah
anak panah”.
Sekalipun hadist Nabi dipandang sebagai
wahyu, namun pada hakikatanya masih ada perbedaan yang prinsipil antara hadist
dan al-Qur’an, meskipun keduanya adalah wahyu Ilahi.
Mufassir membandingkan ayat-ayat
al-Qur’an dengan hadist Nabi SAW. memang ada yang terkesan bertentangan atau
berbeda dengan ayat-ayat al-Qur’an. Mufassir berusaha menemukan kompromi antara
keduanya.
Dalam melakukan perbandingan ayat
al-Qur’an dengan hadist yang terkesan berbeda atau bertentangan ini, langkah
pertama yang harus ditempuh adalah menentukan nilai hadist yang akan
diperbandingkan dengan ayat al-Qur’an, hadist itu haruslah shahih. Hadist dhaif tidak diperbandingkan. Karena,
disamping nilai otensititasnya rendah, dia justru semakin tertolak karena
pertentangannya dengan ayat al-Qur’an. Setelah itu mufassir melakukan analisis
terhadap latar belakang terjadinya perbedaan atau pertentangan antar keduanya.
Contohnya
adalah perbedaan antara ayat al-Qur’an dengan hadist,
ادخلوالجنة
بما كنتم تعملون
“masuklah
kamu ke dalam syurga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”. (QS.
Al-Nahl: 32)
لن يدخل احدكم الجنة بعمله (رواه
الترمذي)
“tidak akan masuk seorang pun di antara kamuke dalam syurga
disebabkan perbuatannya” (H.R.
Tirmidzi).
Antara ayat al-Qur’an dan Hadist di atas
terkesan ada pertentangan, dan untuk menghilangkan pertentangan itu melalui dua
cara.
Pertama,dengan menganut pengartian harfiah
hadist, yaitu bahwa orang-orang tidak masuk syurga karena amal perbuatannya,
tetapi karena ampunan dan rahmat Tuhan. Akan tetapi ayat di atas tidak
disalahkan, karena menurutnya, amal perbuatan manusia menentukan peringkat
surga yang akan dimasukinya. Dengan kata lain, posisi seorang di dalam surga
ditentukan amal perbuatannya. Pengertian ini sejalan dengan hadist lain, yaitu:
ان اهل الجنة اذا دخلوها نزلوا فيها
بفضل عملهم (رواه الترميذي)
“sesungguhnya
ahli surga itu, apabila memasukinya, mereka mendapat posisi di dalamnya
berdasarkan keutamaan perbuatannya” (H.R. Tirmidzi).
Kedua, dengan menyatakan bahwa huruf ba’
pada ayat di atas berbeda konotasinya dengan yang ada pada hadist tersebut.
Pada ayat berarti imbalan, sedangkan pada hadist berarti sebab. Dengan
penafsiran dan penjelasan seperti itu, maka pesan kontradiksi antara ayat al-Qur’an
dan Hadist di atas dapat dihilangkan.
E. Fungsi Hadist terhadap al-Qur’an
Sudah kita ketahui bahwa hadist mempunyai
kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam. Ia menempati posisi kedua
setelah Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai sumber ajaran pertama memuat ajaran-ajaran
yang bersifat umum (global), yang perlu dijelaskan lebih lanjut dan terperinci.
Di sinilah, hadist menduduki dan menempati fungsinya sebagai sumber ajaran
kedua. Ia menjadi penjelas (mubayyin) isi Al-Qur’an.
Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, hadist
berfungsi sebagai penafsir, pensyarah, dan penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an
tersebut. Apabila disimpulkan tentang fungsi hsdist dalam hubungan dengan
Al-Qur’an adalah sebagai berikut.
1. Bayan At-Tafsir
Yang dimaksud bayan at-tafsir
adalah menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal, dan musytarak.
Fungsi hadist dalam hal ini adalah memberikan perincian (tafshil) dan
penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih mujmal, memberikan taqyid ayat-ayat
yang masih muthlaq, dan memberikan takhshish ayat-ayat yang masih umum.
2. Bayan At-Taqrir
Bayan at-taqrir
atau sering juga disebut dengan bayan at-ta’kid dan bayan al-itsbat
adalah hadist yang berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat hukum yang ada
dalam Al-Qur’an. Contoh: kewajiban sholat, zakat, puasa, dll. Yang terdapat
dalam Al-Qur’an dikuatkan dan ditegaskan kembali oleh hadist.
3. Bayan al-Naskh
Bayan al-Naskh adalah hadist berfungsi sebagai penghapus hukum
yang terdapat dalam al-Qur’an (masih kontradiktif tentang boleh tidaknya hadist
menasakh al-qur’an). Contoh: dalam
al-Baqarah ayat 180 disebutkan bahwa orang yang akan meninggal diwajibkan untuk
memberi wasiat, dalam hadist dijelaskan tidak ada kewajiban wasiat bagi ahli
waris.
4. Bayan al-Tasyri’
Bayan al-Tasyri’
adalah hadist
menciptakan hukum syariat yang belum dijelaskan secara rinci dalam al-Qur’an.
Contoh: dalam al-Qur’an tidak dijelaskan tentang kedudukan hukum makan daging
keledai, binatang berbelalai dan menikahi wanita bersama bibinya, dll, maka
hadist menciptakan kedudukan hukumnya dengan tegas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tafsir
bi al-Ma’tsur adalah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih
yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, al-Qur’an dengan dengan sunnah
karena ia berfungsi sebagai penjelas Kitabullah, al-Qur’an dengan perkataan
sahabat karena merekalah yang dianggap paling mengetahui Kitabullah, atau
menafsirkan al-Qur’an dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi’in karena mereka
pada umumnya menerimanya dari para sahabat.
Dalam
melakukan perbandingan ayat al-Qur’an dengan hadist yang terkesan berbeda atau
bertentangan ini, langkah pertama yang harus ditempuh adalah menentukan nilai
hadist yang akan diperbandingkan dengan ayat al-Qur’an, hadist itu haruslah
shahih. Hadist dhaif tidak diperbandingkan. Karena, disamping nilai
otensititasnya rendah, dia justru semakin tertolak karena pertentangannya
dengan ayat al-Qur’an. Setelah itu mufassir melakukan analisis terhadap latar
belakang terjadinya perbedaan atau pertentangan antar keduanya.
Dalam
hubungan dengan Al-Qur’an, hadist berfungsi sebagai Bayan At-Tafsir,
Bayan At-Taqrir, Bayan al-Naskh,dan Bayan al-Tasyri’.
B. Saran
Di harapkan kepada pembaca agar bisa
memahami tentang Metode Tafsir bi
al–Ma’tsur ( Tafsir Al-qur’an dan Hadist ) semoga makalah ini bisa
memberi manfaat untuk pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Zahid, Moh. Metodologi
Tafsir. Pamekasan: STAIN Pamekasan press, 2010
Belum ada tanggapan untuk "Makalah Metode Tafsir Bi Al–Ma’tsur (Tafsir Al–Qur’an dengan Hadist)"
Posting Komentar