Segala bentuk konten dalam situs tokomakalah.com ini BERHAKCIPTA atau dilindungi oleh Undang-undang. jika anda ingin mendapatkan salah satu konten didalam situs ini, silahkan menghubungi kami. Informasi Selengkapnya, Klik download!
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam system kewarisan Islam ketika ada seseorang meninggal dunia
dan meninggalkan harta warisan, maka harta tersebut harus dibagikan kepada ahli
waris yang sah secara agama maupun secara hukum. Apabila harta yang
ditinggalkan pewaris diambil oleh orang-orang yang tidak berhak menerima harta
tersebut maka haram hukumnya memakan harta tersebut, karena diperoleh dengan
cara yang tidak syar’i dan jelas dilarang oleh agama.
Dalam pembahasan makalah ini akan dikupas masalah siapa saja ahli
waris yang tergolong ahli waris nasabiyah (hubungan darah atau kerabat) dan
ahli waris sababiyah (sebab perkawinan atau perbudakan).
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud ahli waris nasabiyah?
2.
Apa
yang dimaksud ahli waris sababiyah?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui maksud dari ahli waris nasabiyah.
2.
Untuk
mengetahui maksud dari ahli waris sababiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ahli Waris Nasabiyah
Ahli waris nasabiyah ialah ahli waris yang mempunyai hubungan
kewarisan dengan pewaris karena adanya hubungan nasab
(darah/keturunan/kelahiran).Hal ini disebut juga hubungan kekerabatan.
Dilihat dari arah hubungan nasab antara orang yang meninggal dunia
dengan orang yang berhak memperoleh warisan / bagian harta peninggalannya atau
antara orang yang mewariskan dengan orang yang mewarisi, maka ahli waris
nasabiyah dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
1.
Furu’ul
mayit.
Yang dimaksud dengan furu’ul mayit yaitu anak keturunan orang yang
meninggal dunia.Hubungan nasab antara orang yang meninggal dunia dengan mereka
itu, adalah hubungan nasab menurut garis keturunan lurus kebawah.
Yang termasuk furu’ul mayit, yaitu :
a.
Anak
laki-laki, sebagaimana ditentukan dalam firman Allah :
يُوْصِيْكُمُ
اللهُ فِيْ أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ اْلأُنْثَيَيْنِ.... (انساء :
11)
Artinya :”Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka
untuk) anak-anakmu. Yaitu : Bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian
dan bagian dua orang anak perempuan.”
b.
Anak
perempuan, sebagaimana firman Allah tadi telah jelas, tapi untuk lebih jelasnya
padasambungan ayat tersebut, yaitu :
.....فَإِنْ كُنَّ
نِساَءَ فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَامَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَحِدَةَ
فَلَهَا النِّصْفُ . (انساء : 11)
Artinya :”…..Maka jika anak itu
semuanya perempuan lebih dari, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan, jika anak perempuan itu seorang saja maka ia memperoleh separuh
harta.”
c.
Cucu
laki-laki dari pancar laki-laki, yaitu anak laki-laki dari anak laki-laki dari
keturunan seterusnya sampai dengan betapa pun jauhnya ke bawah, tanpa diselingi
oleh anak atau cucu perempuan. Kedudukan mereka sebagai ahli waris dapat
dipahami dari sabda Rasulullah SAW :
أَلْحِقُوْااْلفَرَا
ئِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ لِأَوْلَى رَجُلِ ذَكَرِ.
Artinya :”Serahkan bagian-bagian harta peninggalan kepada
orang-orang yang berhak. Kemudian sisanya adalah untuk orang laki-laki yang
terdekat (hubungan nasabnya kepada orang yang meninggal dunia).”(H.R. Al
Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas).
d.
Cucu
perempuan dari pancar laki-laki, yaitu anak perempuan dari anak laki-laki dan
anak perempuan keturunan anak laki-laki seterusnya sampai betapa pun jauhnya ke
bawah tanpa diselingi oleh anak atau cucu perempuan. Dasar hokum bagi kedudukan
cucu perempuan berdasarkan sabda Nabi, yaitu :
قَضَى
رَسُولُ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْبِنْتِ النِّصْفُ وَلِبنْتِ اْلاِبْنِ
السُّدُسُ تَكْمِلَةَ الثُّلُثَيْنِ وَمَابَقِيَ فَلِلْأُخْتِ .
Artinya :”Rasulullah SAW menetapkan
bagian seorang anak perempuan separoh, seseorang anak perempuan dari anak
laki-laki seperenam untuk mencukupkan duanpertiga, dan selebihnya bagi saudara
perempuan. (H.R. Al Jama’ah kecuali Muslim dan At Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud).
2.
Ushul
mayit
Yang dimaksud dengan ushulul mayit yaitu orang-orang yang
menyebabkan adanya (lahirnya) orang yang meninggal dunia.Atau dapat dikatakan
pula yaitu orang-orang yang menurunkan orang yang meninggal dunia.Hubungan
nasab itu menurut garis keturunan lurus keatas. Adapun ahli waris yang termasuk
ke dalam ushul mayit, yaitu :
a.
Ayah,
sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT :
وَلِأَبَوَيْهِ
لِكُلِّ وَاحِدِ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ
.فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِدٌوَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ ……
(انساء
:11)
Artinya :”……Dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan jika yang meninggal mempunyai anak, jika
orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya
(saja), maka ibunya mendapat sepertiga.”
b.
Ibu,
sebagaimana disebutkan diatas dalam firman-Nya.
c.
Kakek
shahih, yaitu ayah dari ayah, ayah dari ayahnya ayah dan ayahnya seterusnya
keatas sampai betapun jauhnya dan dalam hubungan nasabnya dengan orang yang
meninggal dunia tidak diselingi oleh perempuan. Sedangkan yang diselingi
perempuan dalam hubungan nasabnya dengan yang meninggal dunia disebut kakek
ghairu shahih
d.
Nenek
shahihah, yaitu nenek yang dalam hubungan nasabnya sampai dengan orang yang
meninggal dunia tidak diselingi oleh kakek ghairu shahih.
3.
Al-Hawasyiy
Al-Hawasyiy ialah saudara, paman, beserta anak mereka
masing-masing. Hubungan nasab antara orang yang meninggal dunia dengan mereka
itu adalah hubungan nasab kearah menyamping, yaitu sebagai berikut :
a.
Saudara
laki-laki sekandung.
b.
Saudara
perempuan sekandung.
c.
Saudara
laki-laki seayah.
d.
Saudara
perempuan seayah.
e.
Saudara
laki-laki seibu.
f.
Saudara
perempuan seibu.
g.
Paman.
h.
Bibi.
i.
Keturunan
mereka masing-masing.
B.
Ahli Waris Sababiyah
Ahli waris sababiyah ialah ahli waris yang mempunyai hubungan
kewarisaneper dengan pewaris karena adanya hubungan perkawinan dengan pewaris.Menurut
hubungan perkawinan terdiri dari duda dan janda.Apabila semua ahli waris ada,
maka yang berhak mendapat warisan hanya anak, ayah, ibu, janda atau duda.
Apabila suami meninggal dunia maka isteri (janda)nya menjadi ahli
waris. Demikian pula jika isteri meninggal dunia maka suami (dudu)nya menjadi
ahli warisnya. Kedudukan suami/ isteri sebagai ahli waris ditetapkan dalam
Al-Quran surat An-Nisa’ayat 12, yaitu :
وَلَكُمْ نِصْفُ مَاتَرَكَ أزْوَاجُكُمْ
إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ
مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوْصِيْنَ بِهَا أَوْدَيْنٍ ولَهُنَّ
الرُّبُعُ مِمَّاتَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَاَنَ لَكُمْ
وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ
بِهَا أَوْدَيْنٍ .
Artinya :”Dan bagimu (suami-isteri) seperdua dari harta yang
ditinggal oleh isteri-isterimu , jika mereka tidak mempunyai anak.
Isteri-isterimu itu mempunyai anak ,maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang
mereka buat atau (dan) sesudah dibayar
hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika
kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari
harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang
kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. (Q.S.4 : 12)
Suami dan isteri dapa saling mewarisi, apabila memenuhi dua syarat,
yaitu :
1.
Perkawinan
mereka sah menurut syara’, yakni dengan akad perkawinan yang dipenuhi
rukun-rukun dan syarat-syaratnya.
2.
Masih
berlangsung hubungan perkawinan mereka. Maksud dari masih berlangsungnya
hubungan perkawinan mereka, yaitu meliputi :
a.
Hubungan
perkawinan mereka berlangsung sampai dengan salah satu diantara mereka
meninggal dunia. Dengan kata lain ketika salah satu diantara mereka meninggal
dunia, mereka dalam keadaan tidak bercerai atau isteri tidak dalam keadaan
tidak ditalak.
b.
Ketika
salah satu diantara mereka meninggal dunia, isteri dalam keadaan menjalani
talak raj’i. Sebab selama isteri dalam masa ‘iddah talak raj’i’ hubungan
perkawinan mereka dianggap masih berlangsung atau belum putus, serta suami
dapat kembali (ruju’) kepada isterinya, baik dengan ucapan maupun dengan
perbuatan, tanpa harus dengan kerelaan isterinya dan tidak dengan akad
perkawinan yang baru.
Demikian
pula antara suami tidak dapat mewarisi harta peninggalan isterinya yang dalam
keadaan talak bain, baik masih dalam masa iddah maupun setelah selesai masa
iddahnya.Begitu pula sebaliknya.Sebab sejak dijatuhkan talak bain itu, sejak
saat itu pula putuslah hubungan perkawinan mereka.Suami tidak dapat kembali
kepada isterinya kecuali dengan kerelaanya dan harus dengan mengadakan akad
perkawinan yang baru.Demikian yang disepakati ulama’.
BAB III
A.
Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa ahli waris nasabiyah ini berkenaan
dengan hubungan nasab/ keturunan dengan orang yang telah meninggal dunia
sehingga menyebabkan dirinya menerima warisan.Dan ahli waris sababiyah
merupakan ahli waris karena adanya sebab perkawinan antara orang yang meninggal
sehingga menyebabkan dirinya memperoleh warisan.
B.
Saran
Semoga makalah ini bisa memberikan pengetahuan yang baru khususnya
dalam kajian kewarisan Islam, sehingga kita bisa mengamalkannya dalam kehidupan
nyata.Serta apabila ada kekurang kami mohon maaf, dan kami mengharap semoga
kita bisa menegakkan syari’at Islam dengan sebaik-baiknya khususnya dibidang
kewarisan Islam.Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.Komplikasi
hokum Islam di Indonesia.Jakarta. 2000.
Mukti Arto.Hukum Waris Bilateral.Solo. Balqis Quen. 2009.
Belum ada tanggapan untuk "Waris nasabiyah dan waris sababiyah makalah"
Posting Komentar