Segala bentuk konten dalam situs tokomakalah.com ini BERHAKCIPTA atau dilindungi oleh Undang-undang. jika anda ingin mendapatkan salah satu konten didalam situs ini, silahkan menghubungi kami. Informasi Selengkapnya, Klik download!
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sebuah
teori mengatakan bahwa setiap kegiatan intelektual yang memancar dari suatu kegelisahan
tidak dapat dipisahkan dari problematika sosial yang melingkupinya. Dengan kata
lain, sebuah konstruk pemikiran yang muncul memiliki relasi signifikan dengan realitas
sosial sebagai respon dan dialektika pemikiran dengan berbagai fenomena yang berkembang
di masyarakat. Syahrur dalam mengkonstruk pemikirannya, khususnya yang terkait
dengan masalah keislaman, tidak lepas dari teori ini. Ide-idenya muncul setelah
secara sadar mengamati perkembangan dalam tradisi ilmu-ilmu keislaman
kontemporer. Menurutnya, pemikiran Islam kontemporer memiliki problema-problema
berikut:
1. Tiadanya
petunjuk metodologis dalam pembahasan ilmiah tematik terhadap penafsiran
ayat-ayat suci al-Qur’an yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW. Hal ini
disebabkan oleh rasa takut dan ragu-ragu yang dialami oleh umat Islam dalam
mengkaji kitab suci tersebut. Padahal syarat utama dalam pengkajian ilmiah
adalah dengan pandangan obyektif terhadap sesuatu tanpa pretensi dan simpati
yang berlebihan.
2. Adanya
penggunaan produk hukum masa lalu untuk diterapkan dalam persoalan kekinian.
Misalnya adalah pemikiran hukum tentang wanita. Untuk itulah perlu adanya fiqh
dengan metodologi baru yang tidak hanya terbatas pada al-fuqaha` al-khamsah.
3. Tidak
adanya pemanfaatan dan interaksi filsafat humaniora (al-falsafah
al-insaniyah).Hal ini disebabkan oleh adanya dualisme ilmu pengetahuan,
yakni Islam dan non Islam.Tidak adanya interaksi tersebut berakibat pada
mandulnya pemikiran Islam.
4. Tidak
adanya epistimologi Islam yang valid. Hal ini berdampak pada fanatisme dan
indoktrinasi madhab-madhab yang merupakan akumulasi pemikiran abad-abad silam
sehingga pemikiran Islam menjadi sempit dan tidak berkembang.
5. Produk-produk
fiqh yang ada sekarang (al-fuqaha` al-khamsah) sudah tidak relevan lagi
dengan tuntutan modernitas.Yang diperlukan adalah formulasi fiqh
baru.Kegelisahan semacam ini sebetulnya sudah muncul dari para kritikus, Tapi,
umumnya hanya berhenti pada kritik tanpa menawarkan alternatif baru.
Didasarkan
atas bahwa kebenaran ilmiah bersifat tentatif, Syahrur lalu mencoba mengelaborasi
kelemahan-kelemahan dunia Islam tersebut. Sehingga muncullah pemikiran-pemikirannya
yang dianggap banyak orang sebagai sebuah pemikiran yang kontroversional.
Selain itu, Syahrur juga melihat terjadinya polarisasi masyarakat menjadi dua
kelompok. Pertama, mereka yang berpedoman secara kaku arti literal dari
tradisi.Mereka beranggapan bahwa apa yang cocok bagi generasi awal umat Islam
juga cocok dan sesuai dengan generasi umat masa kini. Kedua, mereka yang
menyerukan sekulerisme dan modernitas yang menolak semua pemikiran Islam,
termasuk al-Qur’an. Mereka adalah kaum Marxis, Komunis dan beberapa tokoh
nasionalis Arab.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
biografi Muhammad syahrur?
2.
Bagaimana
teori hermeniutika menurut Muhammad
syahrur?
C.
TUJUAN MASALAH
1.
Untuk
mengetahui biografi Muhammad syahrur
2.
Untuk
mengetahui dan memahami teori hermeniutika Muhammad syahrur
BAB II
PEMBAHASAN
A.
BIOGRAFI MUHAMMAD SHAHRUR
Nama
lengkap dari pemikir Islam liberal ini adalah Muhammad Syahrur Ibnu Dayb. Ia
dilahirkan di Perempatan Salihiyah, Damaskus, Syria pada tanggal 11 April 1938.
Syria
merupakan salah satu negara yang pernah mengalami problem modernitas khususnya
benturan keagamaan dengan gerakan modernisasi barat. Problema ini muncul karena
disamping Syria pernah diinvasi oleh Prancis dampak dari gerakan modernisasi
turki, di Syria pernah menjadi region dari dinasti Usmaniyah (di Turki).
Problema ini memunculkan tokoh-tokoh misalnya Jamal al-Din, al-Qasimy
(1866-1914) . Muhammad Syahrur adalah anak kelima dari seorang tukang celup
yang bernama Dayb Ibnu Dayb dan Siddiqah binti Salih Filyun. Syahrur dikaruniai
lima orang anak yaitu Tariq, Al Lais, Basul, Masum dan Rima dengan seorang
istri bernama Azizah.
Pendidikan
dasar dan menengahnya ditempuh di Syria sampai memperoleh ijazah sekolah
menengah pada tahun 1957 dari lembaga pendidikan Abdur Rahman Al Kawakibi,
Damaskus.
Pada
tahun 1958 dia memperoleh beasiswa dari pemerintah dan berangkat ke Saratow di
Moskow, Uni Soviet untuk mempelajari teknik sipil dan pada tahun 1964, berhasil
menyelesaikan program diploma teknik sipil. Pada tahun 1965, Muhammad Syahrur
kembali ke Syria dengan gelar Sarjana Teknik Sipil dan mengajar di Fakultas
Teknik Sipil Universitas Damaskus. Selanjutnya pada tahun 1968, oleh
universitas dia dikirim ke Ireland National University, Irlandia yang kemudian
mengantarkannya memperoleh gelar Magister (1969) dan Doktor (1972) dalam
spesialisasi Mekanika Pertanahan dan Fondasi. Kemudian ia diangkat sebagai
Profesor Jurusan Teknik Sipil di Universitas Damaskus (1972-1999) dan pada
tahun 1982-1983 Syahrur dikirim oleh Universitas Damaskus untuk menjadi tenaga ahli
pada Al Sand Consult di Arab Saudi. Selain itu bersama rekan- rekannya, dia
membuka Biro Konsultan Teknik Dar al Istisyarah al Handasiyah di Damaskus
B.
TEORI HERMENEUTIKA MUHAMMAD SHAHRUR
a.
Landasan hermeneutika syahrur
Sebagai
landasan proyek hermeneutikanya, ada tiga kunci dasar yang digunakan oleh
Muhammad syahrur adalah sebagai berikut:
1. kainunah (kondisi berada).adalah
Persoalan tentang ke-Tuhanan, alam, dan manusia sebagai suatu yang ada/being/kainunah
akan selalu mengalami kondisi berada (kainunah) yang tidak terlepas
dari perjalanan masa tau bisa disebut dengan awal dari sesuatu yang ada.
2. sairurah (kondisi berproses). Adalah sebagai
kondisi berproses yang terus mengalami perkembangan dan perubahan dalam tiap
tahapannya,atau juga disebut gerakan perjalanan masa(proses)
3. shairuurah (kondisi menjadi)
adalah selalu mengalami kondisi menjadi sebagai goal/tujuan atau juga
disebut sesutu yang menjadi tujuan bagi “keberadaan pertama”
Ketiga kunci dasar tersebut akan selalu
saling terkait dan merupakan starting point dalam kajian apapun dalam
filsafat termasuk tentang ke- Tuhanan (theologi), alam (naturalistik), maupun
manusia (antropologi).
Landasan dasar di atas mengindentifikasikan
adanya anjuran Syahrur untuk sadar sejarah dalam memahami al-Qur’an terutama
pada konsep sairurah_dalam bahasa Amin Abdullah_sebagai cara baca
historis. Karena bagaimanapun juga produk tafsir beserta metodologinya adalah
bagian dari eksistensi kainunah yang tak lekang oleh perjalanan sejarah
(sairurah) yang tentu harus berkembang bahkan berubah sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan zaman, sehingga proyek metodologi dalam memahami
al-Qur’an sebagai “kondisi berproses” dari perjalanan tafsir sebagai upaya
pembumian al-Qur’an era klasik bisa jadi telah usang karena mengalami “kondisi
menjadi”
b. peningkaran sinonimitas
Metodologi yang diperkenalkan Syahrur
dalam pemikirannya adalah pendekatan linguistik yang disebut sebagai manhaj
al-tarikhi. Awalnya beliau menggabungkan metode linguistiknya Abu Ali
al-Farisi, Ibnu Jinni, dan Abdul Qadir al-Jurjani. Akan tetapi akhirnya beliau
menyimpulkan tidak adanya sinonimitas dalam bahasa Arab dan menjadikan Mu’jam
Maqayis al-Lughah karya Ibnu Faris sebagai penganut ketiadaan sinonimitas
sebagai referensi wajibnya. Ketiadaan sinonimitas inilah kemudian menjadi salah
satu dari prinsip metode penafsirannya.
Menurutnya setiap ungkapan dalam bahasa
Arab memiliki makna yang independen. Tidak ada kontektualisasi baik bagi teks,
penerimaanya maupun penyusunanya. Dengan kata lain al-Qur’an adalah sebuah teks
tanpa konteks apapun. Ia adalah teks yang bediri sendiri tanpa ada keterkaitan
dengan sejarah ataupun masyarakat yang menjadi tujuan pewahyuan itu. Baginya
konteks terpenting dalam memahami alqur’an adalah konteks politik dan
intelektual yang menjadi ruang hidup umat.
Pengingkaran sinonimitas Syahrur
berimplikasi pada redefinisi term-term yang selama ini dianggap bersinonim,
seperti al-kitab, al-Qur’an, al-Furqan, dan sebagainya. Selain itu, juga
berimplikasi pada klasifikasi al-Qur’an. Oleh Syahrur, al-Qur’an terbagi menjadi
dua; ayat-ayat dengan dimensi kenabian dan kerisalahan. Dalam dimensi kenabian,
terdapat ayat mutasyabih dan ayat la muhkam wa la mutasyabih (Tafshil
al-Kitab) yang dipahami berdasar pada “wa ukharu mutasyabihat” bukan
“wa al-ukharu mutasyabihat” karena keduanya tentu sangat berbeda makna.
Ayat mutasyabih juga terbagi menjadi dua; al-Qur’an al-Adzim dan
Sab’ul Matsani. Dari sisi kandungannya berisi tentang ayat informasi
baik tentang akidah, kisah, dan pengetahuan ilmiah sehingga tidak dapat dirubah
dan berada di luar lingkup ikhtiar manusia yang kemudian disebut dengan qadar.
Ayat mutasyabih termasuk dalam
dimensi nubuwwah karena di dalamnya terdiri dari ayat-ayat bayyinat (hukum
alam objektif-empiris) yang bisa diterima oleh semua kalangan. Ayat mutasyabih
secara redaksional bercirikan tetap pada bentuk tekstualnya serta berubah
pada dan relatif pada aspek pemahamannya. Sedangkan ayat muhkam oleh
Syahrur disebut sebagai umm al-Kitab dan masuk pada dimensi kerisalahan
sebagai pentunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa dan pelengkap bagi pengetahuan
yang telah diwahyukan dalam dimensi nubuwwah.
Ayat
muhkam terdiri atas ibadah, hukum,muamalah yang bersifat hududy/limit
atau memiliki variasi batasan dan tidak berbentuk legal-spesifik tekstual.
Atas dasar landasan pemikiran dan dan
pengingkaran sinomisitas, maka dapat dipahami bahwa Syahrur membuat pembatasan
kaedah dasar-dasar metodologi linguistiknya, yaitu: Pertama, dalam bahasa tidak
ada sinonim, bahkan boleh jadi dalam satu kata memiliki makna yang banyak. Apa
yang yang selama ini diyakini sebagai sinonim tidak lebih dari sebuah kepalsuan
atau muslihat (khud`ah). Kedua, kata adalah ekspresi dari makna.
Ketiga, yang terpenting dari bahasa adalah makna. Keempat, bahasa apa pun tidak
akan dapat dipahami bila tidak ditemukan adanya kesesuaian bahasa itu dengan
rasio dan realitas obyektif.
c. Teori Hermeneutika
Dalam
kajian islam teori yang digunakan oleh Muhammad sahrur adalah teori hudud atau
teori limit, teori hudud atau teori limit adalah sebuah metode memahami
ayat-ayat hukum (muhkamat) sesuai dengan konteks sosio-historis
masyarakat kontemporer agar ajaran al-Qur’an tetap relevan
dan
kontekstual sepanjang masih berada dalam wilayah batas hukum Allah
Kontribusi dari teori ini sebagaimana
dikutip dari buku Epistemologi Tafsir Kontemporer; pertama, dengan teori
limit, ayat-ayat hukum yang selama ini dianggap final dan pasti tanpa
ada alternatif pemahaman lain ternyata memiliki kemungkinan untuk
diinterpretasikan secara baru dan Syahrur mampu menjelaskannya secara
metodologis dan mengaplikasikannya dalam penafsirannya melalui pendekatan
matematis. Kedua, dengan teori limit, seorang mufassir akan mampu
menjaga sakralitas teks tanpa harus kehilangan kreatifitasnya dalam melakukan
ijtihad untuk membuka kemungkinan interpretasi sepanjang masih berada dalam
batas-batas hukum Allah.
Berdasarkan
konsepnya dalam menyusun teori batas pada Alquran surat an-Nisa’ ayat 13-14.
Syahrur mencermati penggalan ayat ”tilka hudud Allaah” yang menegaskan
bahwa pihak yang memiliki otoritas untuk menetapkan batasan-batasan hukum (haqq
at-tasyri’) hanyalah Allah semata. Sedangkan Muhammad Saw, meskipun
beridentitas sebagai Nabi dan Rasul, pada hakekatnya otoritas yang dimiliki
Muhammad tidak penuh dan ia sebagai pelopor ijtihad dalam Islam.
Hukum
yang ditetapkan Nabi lebih bersifat temporal-kondisional sesuai dengan derajat
pemahaman, nalar zaman, dan peradaban masarakat pada waktu itu, artinya
ketetapan hukum tersebut tidak bersifat mengikat hingga akhir zaman. Maka, di
sinilah kita mempunyai ruang untuk melihat Alqur’an dan berijtihad dengan
situasi dan kondisi yang dilatar belakangi ilmu pengetahuan pada masa sekarang.
Syahrur
berargumen dengan dalil fisikanya bahwa tidak ada benda yang gerakkannya dalam
bentuk garis lurus. Seluruh benda sejak dari elektron yang paling kecil hingga
galaksi yang terbesar bergerak secara hanifiyyah (tidak lurus). Oleh
karena itu ketika manusia dapat mengusung sifat seperti ini maka ia akan dapat
hidup harmonis dengan alam semesta. Demikian halnya kandungan hanifiyyah dalam
hukum Islam yang cenderung selalu mengikuti kebutuhan sebagian anggota
masyarakat dengan penyesuaian dengan tradisi masyarakat.Untuk mengontrol
perubahan-perubahan ini maka adanya sebuah garis lurus istiqamah menjadi
keharusan untuk mempertahankan aturan-aturan hukum yang dalam konteks inilah
teori batas diformulasikan. Garis lurus bukanlah sifat alam ia lebih merupakan
karunia tuhan agar ada bersama-sama dengan hanifiyyah untuk mengatur
masyarakat.
Dalam
bentuk matematisnya, Syahrur menggambarkan hubungan antara alhanafiyyah dan
al-istiqamah dengan sebuah kurva dan garis lurus yang bergerak pada sebuah
matriks.
Y
Kurva (al-hanifiyyah=
ruang ijtihad)
X
Keterangan:
Sumbu X =(menggambarkan zaman atau konteks
waktu sejarah)
sumbu Y =(sebagai undang-undang yang
ditetapkan oleh Allah Swt)
Kurva
ini menggambarka dinamika ijtihad manusia bergerak sejalan dengan sumbu X yang
dibatasi dengan hukum yang telah ditentukan oleh Allah pada sumbu Y.
Berdasarkan
kajiannya terhadap ayat-ayat hukum, Syahrur menyimpulkan adanya enam bentuk
dalam teori batas yang dapat digambarkan dalam bentuk matematis dengan perincian
sebagai berikut:
1. Halah al-had al-a’la (posisi
batas maksimal)
Daerah hasil (range) dari
persamaan fungsi y (Y)=f (x) berbentuk kurva tertutup yang hanya memiliki satu
titik batas maksimum. Titik ini terletak berhimpit dengan garis lurus yang
sejajar dengan sumbu x. Untuk kasus ini dapat kita lihat pada QS. Al-Maidah: 38
mengenai pencuri. Baik laki-laki maupun perempuan maka potonglah tangan mereka.
Potong tangan disini adalah hukuman maksimum. Karena itu hukuman untuk pencuri tidak
mesti potong tangan tetapi tergantung pada kualitas barang yang dicuri dan
kondisi saat itu.
2. Halah al-hadd al-adna (posisi
batas minimal)
Daerah hasilnya berbentuk kurva tebuka
yang memiliki satu titik batas minimum.Titik ini terletak berhimpit dengan
garis lurus yang sejajar dengan sumbu x. Dalam batas minimum ini Syahrur
mencontohkan pada pelarangan dalam al-Qur’an untuk mengawini para perempuan
yang disebutkan pada surat an-Nisa`:22,
wur (#qßsÅ3Zs? $tB yxs3tR Nà2ät!$t/#uä ÆÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# wÎ) $tB ôs% y#n=y 4 ¼çm¯RÎ) tb$2 Zpt±Ås»sù $\Fø)tBur uä!$yur ¸xÎ6y ÇËËÈ
Artinya:dan janganlah
kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa
yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan
seburuk-buruk jalan
Contoh
batasan ini terdapat dalam surat an-Nisa’:23
ôMtBÌhãm öNà6øn=tã öNä3çG»yg¨Bé& öNä3è?$oYt/ur öNà6è?ºuqyzr&ur öNä3çG»£Jtãur öNä3çG»n=»yzur ßN$oYt/ur ËF{$# ßN$oYt/ur ÏM÷zW{$# ãNà6çF»yg¨Bé&ur ûÓÉL»©9$# öNä3oY÷è|Êör& Nà6è?ºuqyzr&ur ÆÏiB Ïpyè»|ʧ9$# àM»yg¨Bé&ur öNä3ͬ!$|¡ÎS ãNà6ç6Í´¯»t/uur ÓÉL»©9$# Îû Nà2Íqàfãm `ÏiB ãNä3ͬ!$|¡ÎpS ÓÉL»©9$# OçFù=yzy £`ÎgÎ/ bÎ*sù öN©9 (#qçRqä3s? OçFù=yzy ÆÎgÎ/ xsù yy$oYã_ öNà6øn=tæ ã@Í´¯»n=ymur ãNà6ͬ!$oYö/r& tûïÉ©9$# ô`ÏB öNà6Î7»n=ô¹r& br&ur (#qãèyJôfs? ú÷üt/ Èû÷ütG÷zW{$# wÎ) $tB ôs% y#n=y 3 cÎ) ©!$# tb%x. #Yqàÿxî $VJÏm§ ÇËÌÈ
Artinya:diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu
yang perempuan[281]; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu
yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan;
ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari
isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu
itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan
(dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi
pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Keterangan:[281]
Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. dan yang dimaksud
dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke
bawah, demikian juga yang lain-lainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak
isterimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama Termasuk juga anak
tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.
Dalam kondisi apapun
tidak seorang pun yang diperbolehkan menikahi mereka yang dilarang dalam ayat
ini, meskipun didasarkan pada ijtihad
3. Halah al-haddayn al-a’la wa al-adna ma’an (posisi
batas maksimal bersamaan dengan batas minimal).
Daerah
hasilnya berupa kurva tertutup dan terbuka yang masing-masing mamiliki titik
balik maksimum dan minimum. Kedua titik balik trsebut terletak berhimpit dengan
garis lurus yang sejajar dengan sumbu x. Diantara kedua kurva ini terdapat
titik singgung (nuqtah al-ini’taf) yang tepat berada diantara keduanya.
Posisi ini juga disebut dengan halah al-mustaqim atau halah
at-tasyri’ al-ayni (posisi penetapan hukum secara mutlak). Batasan ini
berlaku pada pemabagian harta warisan. Dalam al-Qur’an dapat diperhatikan dalam
QS. an-Nisa’ ayat 11.
ÞOä3Ϲqã ª!$# þÎû öNà2Ï»s9÷rr& ( Ìx.©%#Ï9 ã@÷VÏB Åeáym Èû÷üusVRW{$# 4 bÎ*sù £`ä. [ä!$|¡ÎS s-öqsù Èû÷ütGt^øO$# £`ßgn=sù $sVè=èO $tB x8ts? ( bÎ)ur ôMtR%x. ZoyÏmºur $ygn=sù ß#óÁÏiZ9$# 4 Ïm÷uqt/L{ur Èe@ä3Ï9 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB â¨ß¡9$# $£JÏB x8ts? bÎ) tb%x. ¼çms9 Ó$s!ur 4 bÎ*sù óO©9 `ä3t ¼ã&©! Ó$s!ur ÿ¼çmrOÍurur çn#uqt/r& ÏmÏiBT|sù ß]è=W9$# 4 bÎ*sù tb%x. ÿ¼ã&s! ×ouq÷zÎ) ÏmÏiBT|sù â¨ß¡9$# 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur ÓÅ»qã !$pkÍ5 ÷rr& Aûøïy 3 öNä.ät!$t/#uä öNä.ät!$oYö/r&ur w tbrâôs? öNßgr& Ü>tø%r& ö/ä3s9 $YèøÿtR 4 ZpÒÌsù ÆÏiB «!$# 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JÎ=tã $VJÅ3ym ÇÊÊÈ
Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka
untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian
dua orang anak perempuan[272]; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari
dua[273], Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan
itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang
ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika
yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai
anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga;
jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat
seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang
ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan
anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat
(banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Keterangan:[272]
Bagian laki-laki dua kali bagian perempuan adalah karena kewajiban laki-laki
lebih berat dari perempuan, seperti kewajiban membayar maskawin dan memberi
nafkah. (Lihat surat An Nisaa ayat 34).
[273] Lebih dari dua Maksudnya : dua atau lebih sesuai dengan yang
diamalkan Nabi.
4. Halah al-mustaqim (posisi lurus
tanpa alternatif)
Daerah hasilnya berupa garis lurus
sejajar dengan sumbu x. Karena berbentuk garis lurus, posisi ini meletakkan
titik alik maksimum berimpit dengan titik balik minimum. Ketentuan ini hanya
terdapat satu kasus dalam al-Qur’an pada surat an-Nur
Mengenai
kasus penzinaan. Bagi penzina laki-laki maupun perempuan maka deralah mereka
100 x tidak boleh kurang dan tidak bleh lebih
5. Halah al-hadd al-a’la li hadd al-muqarib duna al-mamas
bi al-hadd abadan (posisi batas maksimal cenderung
mendekat tanpa bersentuhan).
Daerah hasilnya berupa kurva terbuka
yang terbentuk dari titik pangkal yang hampir berhimpit dengan sumbu x dan
titik final yang hampir berhimpit dengan sumbu y.Secara matematis, titik final
hanya benar-benar berhimpit dengan sumbu y pada daerah tak terhingga (’ala
la nibayah). posisi ini diterapkan dalam batasan hubungan fisik antara laki-laki
dan perempuan.
Hubungan fisik terjadi antara manusia
berlawanan jenis ini bermula dari batasan terendah, berupa hubungan tanpa
persentuhan sama sekali antara keduanya dan berakhir pada batasan paling
tinggi, berupa tindakan yang menjurus pada hubungan kelamin yang disebut zina.
Ketika seseorang masih berada pada tahap melakukan tindakanyang menjurus ke
zina tetapi belum sampai pada zina itu maka ia belum terjerumus pada batasan
maksimum hubungan fisik yang ditetapkan Allah. Sebelum mereka melakukan zina
maka hukuman had Tuhan itu tidak dapat dilaksanakan kecuali hukuman khalwat
6. Halah al-hadd al-a’la mujaban wa al-hadd al-adna
saliban (posisi batas maksimal positif dan batas minimal
negatif).
Daerah hasilnya berupa kurva gelombang
dengan titik bali maksimum yang berada di daerah positif (kedua variabel x dan
y, bernilai positif) dan titik balik minimum berada di daerah negatif (variabel
y bernilai negatif). Kedua titik ini terletak berhimpit dengan garis lurus yang
sejajar dengan sumbu x. Teori batas keenam inilah yang kita pakai dalam menganalisis
transaksi keuangan. Batas tertingi dalam peminjaman uang dinamakan dengan pajak
bunga dan batas terendah dalam pemberian adalah zakat. Garis tengah yang berada
antara wilayah positif (+) dan negatif (-) adalah titik nol (batas netral).
Pemberian pada wilayah nol ini adalah peminjaman bebas bunga (qardh hasan).
Wilayah ijitihad manusia, menurut
Syahrur berada di antara batas minimum dan maksimum itu tadi. Elastisitas dan
fleksibilitas hukum Allah tadi dapat digambarkan seperti posisi pemain bola
yang bebas bermain bola, asalkan tetap berada pada garis-garis lapangan yang
telah ada. Pendek kata, selagi seorang muslim masih berada dalam wilayah hudud-u-Allah
(ketentuan Allah antara batas minimum dan maksimum tadi), maka dia tidak
dapat dianggap keluar dari hukum Allah.
Melalui teori limit, Syahrur ingin
melakukan pembacaan ayat-ayat muhkamat secara produktif dan prospektif (qira’ah
muntijah), bukan pembacaan repetitif dan restrospektif (qira’ah
mutakarrirah). Dan dengan teori limit juga, Syahrur ingin membuktikan bahwa
ajaran Islam benar-benar merupakan ajaran yang relevan untuk tiap ruang dan
waktu. Syahrur berasumsi, kelebihan risalah Islam adalah bahwa di dalamnya terkandung
dua aspek gerak, yaitu gerak konstan (istiqamah) serta gerak dinamis dan
lentur (hanifiyyah). Sifat kelenturan Islam ini berada dalam bingkai
teori limit yang oleh Syahrur dipahami sebagai the bounds or restrictions
that God has placed on mans freedom of action (batasan yang telah
ditempatkan Tuhan pada wilayah kebebasan manusia).
Kerangka analisis teori limit yang berbasis
dua karakter utama ajaran Islam ini (aspek yang konstan dan yang lentur) akan
membuat Islam tetap survive sepanjang zaman. Dua hal yang beroposisi secara
biner itu kemudian melahirkan gerak dialektik (al-harakah aljadaliyah) dalam
pengetahuan dan ilmu-ilmu sosial. Dari situlah diharapkan lahir paradigma baru
dalam pembuatan legislasi hukum Islam (tasyri’), sehingga memungkinkan
terciptanya dialektika dan perkembangan sistem hukum Islam secara terus-menerus.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Nama
lengkap dari pemikir Islam liberal ini adalah Muhammad Syahrur Ibnu Dayb. Ia
dilahirkan di Perempatan Salihiyah, Damaskus, Syria pada tanggal 11 April 1938.
Syria
merupakan salah satu negara yang pernah mengalami problem modernitas khususnya
benturan keagamaan dengan gerakan modernisasi barat. Problema ini muncul karena
disamping Syria pernah diinvasi oleh Prancis dampak dari gerakan modernisasi
turki, di Syria pernah menjadi region dari dinasti Usmaniyah (di Turki).
Problema ini memunculkan tokoh-tokoh misalnya Jamal al-Din, al-Qasimy
(1866-1914) . Muhammad Syahrur adalah anak kelima dari seorang tukang celup
yang bernama Dayb Ibnu Dayb dan Siddiqah binti Salih Filyun. Syahrur dikaruniai
lima orang anak yaitu Tariq, Al Lais, Basul, Masum dan Rima dengan seorang
istri bernama Azizah
Dari
penjelasan-penjelasan di atas dapat dipahami bahwa apa yang ditawarkan Syahrur
telah memberi kontribusi besar bagi perkembangan keilmuan, terutama di bidang kajian
al-Qur’an. Dengan konsentrasi pada bidang bahasa (linguistik), seorang Syahrur yang
notabene nya sebagai insinyur teknik mampu mendalami kajian al-Qur’an
sampai pada menelorkan teori baru, yakni kajian tentang hermeneutika al-Qur’an
dengan merekonstruksi pemahaman lama yang menghegemoni kehidupan. Syahrur telah
keluar dari epistemologi Islam yang mengugat dan mendekonstruksi ushul fiqih
dengan epistemologi berlandaskan worldview (pandangan dunia) Barat yang
mengedepankan rasionalitas yang tunduk pada realitas dengan pendekatan
hermeneutika. Karena menurutnya, dia berulang kali katakan, bahwa penerapan
hukum pada alam realitas adalah aplikasi
B.
KRITIK DAN SARAN
Dalam makalah ini, tentu masih
banyak kekurangan dalam kesempurnaan pada makalah ini, sebagai penulis kami
berharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Mustaqim
Abdul, 2012 Epistemologi Tafsir Kontemporer. Yogyakarta: Lkis
Kurdi,
dkk. 2010 Hermeneutika al-Qur’an dan Hadis. Yogyakarta: Elsaq Press,
Mustaqim
Abdul, Epistemologi Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: Lkis, 2012)hal 43
Kurdi,
dkk. Hermeneutika al-Qur’an dan Hadis. (Yogyakarta: Elsaq Press,
2010)hal.93
Belum ada tanggapan untuk "Teori hermeneutika Muhammad Shahrur Makalah Lengkap"
Posting Komentar