Segala bentuk konten dalam situs tokomakalah.com ini BERHAKCIPTA atau dilindungi oleh Undang-undang. jika anda ingin mendapatkan salah satu konten didalam situs ini, silahkan menghubungi kami. Informasi Selengkapnya, Klik download!
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Anak merupakan
persoalan yang selalu menjadi perhatian berbagai elemen masyarakat, bagaimana
kedudukan dan hak-haknya dalam keluarga dan bagaiman seharusnya ia diperlakukan
oleh kedua orang tuanya, bahkan juga dalam kehidupan masyarakat dan negara
melalui kebijakan-kebijakannya dalam mengayomi anak.
Ada berbagai
cara pandang dalam menyikapi dan memperlakukan anak yang terus mengalami
perkembangan seiring dengan semakin dihargainya hak-hak anak, termasuk oleh
perserikatan b angsa-bangsa (PBB)
Adanya
tahap-tahap perkembangan dan pertumbuhan anak, menunjukkan bahwa anak sebagai
sosok manusia dengan kelengkapa-kelengkapan dasar dalam dirinya baru mulai
mencapai kematangan hidup melalui beberapa proses seiring dengan pertambahan
usianya. Oleh karena itu anak memerlukan bantuan, bimbingan dan pengarahan dari
orang tua.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian anak dan pengertian keluarga dan kedudukan anak dalam kluarga?
2.
Apa
saja hak anak terhadap orang tuanya?
3.
Apa
saja status anak dan akibat hukumnya?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian anak, pengertian keluarga dan kedudukan anak dalam
keluarga
2.
Untu
mengetahui hak anak terhadap orang tuanya
3.
Untuk
mengetahui status anak dan akibat hukumnya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Anak, Keluarga dan Kedudukan Anak dalam Keluarga
Menurut
agama islam, anak adalah amanah dari allah dan tidak bisa dianggap
sebagai harta benda yang bisa dilakukan sekehendak hati oleh orang tuanya. Anak
sebagai amanah harus dijaga sebaik mungkin oleh orang yang memegangnya yaitu
orang tua.
Pengertian
anak dalam Islam disosialisasikan sebagai makhluk
ciptaan Allah SWT yang arif dan berkedudukan mulia yang
keberadaanya melalui proses penciptaan yang berdimensi pada kewenangan
kehendak Allah SWT. Secara rasional, seorang anak
terbentuk dari unsur gaib yang transcendental dari proses ratifiksi
sain (ilmu pengetahuan) dengan unsur-unsur ilmiah yang diambil dari nilai-nilai
material alam semesta dan nilai-nilai spiritual yang diambil dari proses keyakinan
(tauhid Islam).
Adapun pengertian
anak/Definisi anak dalam pasal 1 angka 1 UU No.23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak adalah :“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Dalam Islam anak
dikenal dengan istilah al-walad yang berarti keturunan yang lahir dari rahim
ibu. Status Anak Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Hal ini sesuai dengan pasal
43 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Jadi, di mata hukum, ibu dan anak
tersebut tidak memiliki hubungan dengan si “Bapak”. Oleh karena itu, si Bapak
tidak mempunyai tanggung jawab terhadap anak tersebut. Namun jika melihat hasil
putusan MK yang menambahkan bahwa anak dapat memperoleh ak waris dari ayah jika
dibuktikan melalui tes kedokteran dan ada saksi saat melakukan penikahan.
Selain itu, si Bapak juga tidak dapat dipersoalkan secara hukum dengan alasan
melakukan “penelantaran keluarga” karena yang bersangkutan tidak mempunyai
hubungan keluarga dengan si ibu dan anaknya. Pengertian “Keluarga”, menurut
pasal 1 angka 3 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, adalah;
“unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri
dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah
dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.”Demikian
pula, perbuatan si Bapak tidak dapat dianggap sebagai kekerasan dalam rumah
tangga karena yang bersangkutan tidak masuk dalam lingkup rumah tangga
sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU 23/2004); “Lingkup rumah tangga dalam
Undang-Undang ini meliputi:
a. suami, isteri, dan
anak;
b.orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana
dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan,
dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
c.orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga
tersebut.”.
Dalam hukum islam,
kedudukan anak-anak di dalam pewarisan dapat kita lihat di dalam al-quran surah
an- Nisaa’ ayat 7 yang menyebutkan: Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta
peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula)
dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bagian yang telah ditetapkan.
B.
Hak
anak terhadap orang tuanya
Menurut wahbah
al-Zuhaili, ada lima macam hak anak terhadap orang tuanya
·
Hak
nasab (keturunan) : Kelahiran anak merupakan peristiwa hukum, dengan resminya
seorang anak menjadi anggota keluarga melalui garis nasab, ia berhak
mendapatkan berbagai macam hak dan mewarisi ayah dan ibunya. Dengan hubungan
nasab ada sederetan hak-hak anak yang harus ditunaikan orang tuanya dan dengan
nasab pula dijamin hak orang tua dan anaknya.
·
Hak
radla’ (menyusui), ibu bertanggung jawab di hadapan allah. Menyusui anaknya
ketika masih bayi hingga umur dua tahun, baik
masih dalam tali perkawinan dengan ayah si bayi maupun sudah bercerai.
·
Hak
hadlanah (pemeliharaan) Hadlanah adalah tugas menjaga, mengasuh dan mendidik
bayi anak yang masih kecil sejak ia lahir sampai mampu menjaga dan mengatur
dirinya sendiri.
·
Hak
walayah (wali), walayah disamping bermakna hak perwalian dalam pernikahan juga
berarti pemeliharaan dini anak setelah berakhir periode hadlanah sampai ia
dewasa dan berakal, atau sampai menikah dan perwalian terhadap harta anak.
·
Hak
nafkah, merupakan pembiayaan dari semua kebutuhan diatas yang didasarkan pada
hubungan nasab. Hak dan tanggung jawab adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, anak memiliki hak dari orang tuanya
dan orang tua dibebani tanggung jawab terhadap anaknya.
C.
Status
anak dan akibat hukumnya
Adapun kedudukan/status anak adalah anak kandung, anak angkat, anak susu,
anak pungut, anak tiri, dan anak luar nikah, berikut pembahasannyanya:
a.
Anak Kandung
Anak kandung dapat juga
dikatakan anak yang sah, pengertianya adalah anak yang dilahirkan dari
perkawinan yang sah antara ibu dan bapaknya. Dalam hukum positif dinyatakan
anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam
atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Anak yang sah mempunyai
kedudukan tertentu terhadap keluarganya, orang tua
berkewajiban untuk memberikan nafkah hidup, pendidikan yang cukup,
memelihara kehidupan anak tersebut sampai ia dewasa atau sampai ia dapat
berdiri sendiri mencari nafkah. Anak yang sah merupakan tumpuan harapan orang
tuanya dan sekaligus menjadi penerus keturunanya.
b.
Anak angkat
Anak angkat dalam hukum
Islam adalah yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari biaya
pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada
orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan. Dengan adanya pengangkatan
anak, maka anak angkat itu tidak mengakibatkan berubahnya hubungan hukum antara
anak angkat dengan orang tua angkatnya baik dalam hubungan keturunan/darah
maupun dalam hubungan muhrim.
Syarat-syarat tentang pengangkatan anak dalam staatsblad 1917 No. 129 Pasal
8 disebutkan ada 4(empat) syarat, yaitu sebagi berikut :
·
Persetujuan orang yang
mengangkat anak
·
Apabila anak yang
diangkat itu adalah anak sah dari orang tuanya maka diperlukan izin dari orang
tua itu, apabila bapak sudah wafat dan ibu telah kawin lagi, maka harus ada
persetujuan dari walinya dan balainharta peninggalan (weeskamer) selaku pengawas
wali.
Apabila anak yang akan diangkat itu adalah anak lahir diluar perkawinan
maka diperluka izin dari orang tuanya yang mengakuinya sebagai anak dan jika
anak itu sama sekali tidak diakui sebagai anak, maka harus ada persetujuan dari
walinya serta dari balai harta peninggalan.
·
Apabila anak yang
diangkat itu sudah berusia 15 tahun, maka diperlukan pula persetujuan dari anak
itu sendiri.
Sehingga status anak angkat terhadap harta peninggalan orang tua angkatnya
ia tidak mewarisi
tetapi memperolehnya melalui wasiat dari orang tua angkatnya, apabila anak
angkat tidak menerima wasiat dari orang tua angkatnya, maka ia diberi wasiat wajibah
sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya. Dalam hukum
Islam, lembaga (peraturan) pengangkatan anak, anak angkat itu tidak mempunyai
hubungan darah antara orang tua angkat dengan anak angkatnya. Hal ini berarti
bahwa didalam hukum Islam anak angkat tidak dijadikan dasar mewarisi, karena
prinsip dasar untuk mewarisi adalah hubungan darah dan perkawinan, demikian
juga pengangkatan anak tidak mengakibatkan halangan untuk melangsungkan perkawinan.
c.
Anak tiri
Mengenai anak tiri ini
dapat terjadi apabila dalam suatu perkawinan terdapat salah satu pihak baik
isteri atau suami, maupun kedua belah pihak masing-masing membawa anak kedalam
perkawinanya. Anak itu tetap berada pada tanggung jawab Orang tuanya, apabila
didalam suatu perkawinan tersebut pihak isteri membawa anak yang dibawah umur
(belum dewasa)dan menurut keputusan pengadilan anak itu masih mendapat
nafkah dari pihak bapaknya samapai ia dewasa, maka keputusan itu tetap berlaku
walaupun ibunya telah kawin lagi dengan peria lain. Kedudukan anak
tiri ini baik dalam Hukum Islam
maupun dalam Hukum Adat, Hukum Perdata Barat tidak mengatur secara
rinci. Hal itu karena seorang anak tiri itu mempunyai ibu dan bapak
kandung, maka dalam hal kewarisan ia tetap mendapat hak waris dari harta
kekayaan peninggalan (warisan) dari ibu dan bapak kandungnya apabila ibu dan
bapak kandungnya meninggal dunia.
d.
Anak piara/asuh
Anak
piara/asuh lain juga dari anak-anak
tersebut diatas, karena mengenai piara/asuh ini ia hanya
dibantu dalam hal kelangsungan hidupnya maupun kebutuhan hidupnya baik untuk
keperluan sehari-hari maupun untuk biaya pendidikan. Dalam hal anak piara ini
ada yang hidupnya mengikuti orang tua asuh, namun hubungan hukumnya tetap dan
tidak ada hubungan hukum dengan orang tua asuh. Selain dari pada itu ada
juga anak piara/asuh yang tetap mengikuti orang tua kandungnya, namun untuk
biaya hidup dan biaya pendidikanya mendapatkan dari orang tua asuh.
Sehingga dengan demikian dalam hal pewarisan, maka anak piara/asuh sama sekali
tidak mendapat bagian, kecuali apabila orang tua asuh memberikan hartanya
melalui hibah atau kemungkinan melalui surat wasiat.
e.
Anak luar nikah
Anak luar nikah adalah
anak yang lahir dari hasil hubungan kelamin luar Nikah. Mengenai status anak
luar nikah, bahwa anak itu hanya dibangsakan pada ibunya, bahwa anak yang lahir
di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Maka hal ini berakibat pula pada hilangnya kewajiban tanggung jawab ayah kepada
anak dan hilangnya hak anak kepada ayah. Namun fatwa MUI juga menyebutkan bahwa
anak zina juga bisa diberi jatah atau bagian harta ayah biologisnya dengan nama
wasiat wajibah, karena anak zina sama dengan orang tua angkat dan anak angkat
dalam hal sama-sama tidak memperoleh harta warisan, karena anak zina tidak
memiliki hubungan nasab dengan ayah biologisnya melainkan hanya kepada ibu
kandungnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Anak dalam Islam disosialisasikan
sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang arif dan
berkedudukan mulia yang keberadaanya melalui proses penciptaan yang berdimensi
pada kewenangan kehendak Allah SWT. Secara rasional,
seorang anak terbentuk dari unsur gaib yang transcendental dari
proses ratifiksi sain (ilmu pengetahuan) dengan unsur-unsur ilmiah yang diambil
dari nilai-nilai material alam semesta dan nilai-nilai spiritual yang diambil
dari proses keyakinan (tauhid Islam).
Kedudukan
anak dalam keluarga terdiri atas anak kndung, anak angkat, anak asuh, anak tiri
dan anak di luar nikah. Dimana dalam pemeliharaan hidupnya tidak sama, dan
pembagian harta warisanpun tidak sama, dimana anak kandung dan anak tiri
memiliki hak sepenuhnya atas harta peninggalan orang tuanya, sedangkat anak
asuh maupun anak angkat hanya memperoleh harta orang tua angkatnya melalui
hibah. Sedangkan anak di luar nikah ia tidak mempunyai hak perdata dengan
bapaknya, jadi otomatis ank di luar nikah tidak mendapatkan hak atas harta
peninggalan si bapak kecuali memang sudah mempunyai bukti seperti sudah
melakukan tes DNA.
B.
Saran
Dalam penulisan
makalah ini diharapkan pembaca mampu memahami mengenai staus anak dalam
keluarga. Semoga makalah ini bermanfaat khususnya kepada saya yang membuat
makalah ini dan juga terhadap pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Soimin
Soedharyo, Hukum orang dan keluarga ( Jakarta: Sinar Grafika, 2002)
Irfan
Nurul M. H. Dr, Nasab dan status anak dalam hukum islam ( Jakarta:
Amzah, 2013)
Belum ada tanggapan untuk "Status anak dalam keluarga "
Posting Komentar