Segala bentuk konten dalam situs tokomakalah.com ini BERHAKCIPTA atau dilindungi oleh Undang-undang. jika anda ingin mendapatkan salah satu konten didalam situs ini, silahkan menghubungi kami. Informasi Selengkapnya, Klik download!
Pendahuluan
Filsafat pendidikan islam sangat menarik untuk didiskusikan karena
kita sebagai pemuluk agama islam tentunya sudah mempunyai pengalaman dalam
pendidikan islam itu sendiri, pendidikan islam yang sebagaimana diartikan
proses pembentukan kepribadian muslim yang kamil, berilmu, berpengetahuan luas,
dan berakhlak terpuji beramal sejati merupakan dasar dan tujuan pendidikan
islam.
Filsafat pendidikan islam memberi pengantar latar dan dasar dalam
mengkaji pendidikan islam. Karena dalam hal ini mengkaji beberapa konsep
perspektif menurut tokoh-tokoh islam terdahulu.
Sehingga dengan hal itu kita mendapatkan data tentang konsep
pemikiran pendidikan islam dari setiap tokoh, pastilah kita temuakan diferensiasi sudut
pandang yang kemudian kita mengumpulkannya, menganalisanya, mengolahnya,
membandingkannya, dan menyimpulkannya. Sehingga kita mengetahui apa dan
bagaimana konsep-konsep itu yang tentunya akan menjadi pengetahuan bagi kita
semua sebagai calon pendidik.
Dalam review ini penulis akan membahas pendidikan
perspektif Ahmad Dahlan, dengan memformulasikan rumusan seperti: seperti apa
biografi Ahmad Dahlan dan bagaimana perspektif Ahmad Dahlan terhadap
pendidikan. 2 rumusan masalah tersebut akan dibahas secara sistematis dibawah
ini.
A.
Biografi
Ahmad Dahlan
Ahmad dahlan dilahirkan di kauman (Yogyakarta), pada tahun 1868
sebagai anak salah seorang dari 12 khatib masjid Agung Yogyakarta. Sumber lain
menyebutkan bahwa Ahmad dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 dengan
nama Muhammad Darwis, anak dari seorang KH. Abu Bakar bin K. Sulaiman, ibunya
bernama Siti Aminah, putri K.H Ibrahim yang pernah menjabat sebagai penghulu di
kraton Yogyakarta.
Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah
Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang saudara
yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam
silsilahnya, ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim,
seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang
merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan islam di tanah Jawa.
Semenjak kecil, Dahlan diasuh dan dididik sebagai putera kiyai.
Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji al-Qur’an,
dan kitab-kitab agama. Pendidikannya ini diperoleh langsung dari ayahnya.
Menjelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa
ulama besar waktu itu. Di antaranya KH. Muhammad Saleh (Ilmu Fiqh), K.H.
Mahfudz dan Syekh Khayyat Sattokh (Ilmu Hadis), Syekh Amin dan Sayyid Bakri
(Qiraat al-Qur’an), serta beberapa guru
lainnya dalam usia relatif muda, ia telah mampu menguasai berbagai disiplin
ilmu keislaman. Ketajaman intelektualnya yang tinggi membuat Dahlan selalu merasa
tidak puas dengan ilmu yang telah dipelajarinya dan terus berupaya untuk lebih
mendalaminya.
Pada tahun 1888, Dahlan disuruh orang tuanya untuk menunaikan
ibadah haji. Ia bermukim di Makkah selama 5 tahun untuk menuntut ilmu agama
islam, seperti qiraat, tauhid, tafsir, fiqh, tasawuf, ilmu mantik dan ilmu
falak. Sekembalinya ke kampungnya di Kauman Yogyakarta, pada tahun 1902 ia
berganti nama menjadi Haji Ahmad Dahlan.
Pada tahun 1903, ia berkesempatan kembali pergi ke Makkah untuk
memperdalam ilmu agama selama 3 tahun. Kali ini ia banyak belajar dengan Syekh
Ahmad Khatib Minangkabau. Disamping itu, ia tertarik pada pemikiran Ibn
Taimiyah, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridla.
Diantara kitab tafsir yang menarik hatinya adalah Tafsir al-Manar. Dari kitab
inilah ia mendapat inspirasi dan motivasi untuk mengadakan perbaikan dan
pembaharuan umat islam di Indonesia.
B.
Konsep
Pendidikan Ahmad Dahla
Secara umum, ide-ide pembaharuan Dahlan dapat diklasifikasi kepada
dua dimensi, yaitu: pertama, memurnikan (purifikasi) ajaran islam dari
khurafat, takhayyul, dan bid’ah yang selama ini telah bercampur dalam akidah
dan ibadah umat islam. Kedua,mengajak umat islam untuk keluar dari
jaring pemikiran tradisional melalui reinterpretasi terhadap doktrin islam dalm
rumusan dan penjelasan yang dapat diterima oleh rasio.
Upaya strategis untuk menyelamatkan umat islam dari pola berpikir
yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan.
Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses
pembangunan umat. Meraka hendaknya dididik agar cerdas kritis, dan memiliki
daya analisis yang tajam dalam memetakan dinamika kehidupannya pada masa depan.
Adapun kunci bagi peningkatan kemajuan umat islam adalah dengan kembali pada al-qur’an
dan al-hadist, mengarahkan umat pada pemahaman islam secara komprehensif, dan
menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Upaya ini secara strategis dapat
dilakukan melalui pendidikan.
Pelaksanaan pendidikan menurut Dahlan hendaknya didasarkan pada
landasan yang kokoh. Landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan
konsep dan tujuan ideal pendidikan islam, baik secara vertikal (khalik) maupun
horizontal (makhluk). Dalam pandangan islam ada dua sisi tugas penciptaan
manusia yaitu sebagai ‘abd allah dan khalifah fi al-ardh, untuk itu, pendidikan
hendaknya menjadi media yang dapat mengembangkan potensi al-ruh untuk menalar
petunjuk pelaksanaan ketundukan dan kepatuhan manusia kepada khaliknya. Disini
eksistensi akal merupakan potensi dasar bagi peserta didik yang perlu
dipelihara dan dikembangkan guna menyusun kerangka teoritis dan metodologis
bagimana menata hubungan yang harmonis secara vertikal maupun horizontal dalam
kontek tujuan penciptaannya.
Pemikiran kiai Ahmad Dahlan hampir secara keseluruhan bertolak dari
keprihatinannya terhadap kondisi umat islam saat itu. Mereka hidup di tanah
jajahan yang bergelimang kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan. Ide
pembaharuan yang berkembang di timur tengah yang dibawa oleh Ibn Taimiyah,
Jamaluddin al-Afghani, dan Muhammad Abduh sangat menggelitik dirinya terutama
bila dikaitkan dengan kemandegan dan kemerosotan aqidah umat islam di
Nusantara. Kemudian untuk mengembangkan konsep-konsep pembaharuannya dalam
pedidikan beliau mendirikan organisasi yang kemudian terkenal dengan nama
Muhammadiyah.
Pada saat berdirinya organisasi Muhammadiyah pada tanggal 18
November 1912, tujuan utamanya untuk mendalami agama islam di kalangan anggota
sendiri dan menyebarkan agama islam di luar anggota inti. Kegitan terpenting
organisasi ini adalah tabligh, yaitu suatu rapat dimana diberikan satu atau
beberapa pidato untuk menjelaskan agama. Tabligh diselenggarakan secara teratur
sekali dalam seminggu atau secara berkala oleh para mubaligh yang berkeliling,
Dengan demikian tabligh merupakan unsur baru yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan orang yang mengharapkan pengetahuan ilmu agama yang lebih banyak.
Dalam bidang pendidikan muhammadiyah melanjutkan model sekolah yang digabungkan
dengan sistem pendidikan gubernemen, disamping sekolah desa di kampungnya
sendiri, Ahamad Dahlan juga membuka sekolah yang sama di kampung yogya yang
lain.
Dalam buku Filsafat Pendidikan Islam yang ditulis oleh Abudin Nata
disebutkan bahawa Muhammadiyah berhasil melanjutkan model pembaharuan
pendidikan disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa ia menghadapi lingkungan
sosial yang terbatas pada pegawai, guru maupun pedagang di kota. Kelompok
menengah di kota dalam banyak hal merupakan latar belakang sosial yang dominan dalam muhammadiyah hingga saat
ini. Kelompok ini menguasai perusahaan percetakan yang secara ekonomis penting
dalam masyarakat. Kelompok ini juga mementingkan pendidikan model barat, oleh
karena itu Muhammadiyah dengan menyediakan model pedidikan barat yang di tambah
dengan pendidikan agama, mendapatkan hasil yang baik dalam kalangan tersebut.
Selain itu, disebutkan didalamnya pula ada beberapa
sekolah-sekolah Muhammadiyah yang tertua dan besar jasanya, seperti:
1. Kweekschool Muhammadiyah, di Yogyakarta.
2. Mu’allim Muhammadiyah, di Solo dan Jakarta.
3. Mu’allaim Muhammadiyah, di Yogyakarta.
4. Zu’ama / Za’imat, di Yogyakarta.
5. Kulliyah Muballighin/Muballighat, di Padang
Panjang, Sumatera Tengah.
6. Tablighschool, di Yogyakarta.
7. HIK Muhammadiyah, di Yogyakarta.
Dalam referensi lain disebutkan bahwa K.H
Ahmad Dahlan telah berjasa dalam membentuk dan mengembangkan pendidikan sekolah
yang dapat diklasifikasikan ke dalam dua macam, yakni: sekolah sebelum merdeka
dan sesudah merdeka.Jenis-jenis
sekolah yang dikembangkan adalah sebagi berikut:
1.
Sebelum
Merdeka
a.
Sekolah Umum: TK, Vervolg School 2 tahun, Schakel School 4 tahun, HIS 7
tahun, MULO 3 tahun, AMS 3 tahun, dan HIK 3 tahun.
b.
Sekolah
Agama: Madrasah Ibtidaiyah 3 tahun, Tsanawiyah 3 tahun, Muallimin/Muallimat 5
tahun, Kulliatul Muballighin (SPG Islam) 5 tahun.
2. Sesudah Merdeka
Setelah Indonesia merdeka, perkembangan pendidikan
Muhammadiyah semakin pesat. Pada dasarnya ada empat jenis lembaga pendidikan
yang dikembangkannya, yaiut:
a. Sekolah-sekolah umum yang bernaung dibawah
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yaitu: SD, SMP, SMTA, SPG, SMEA, SMKK,
dan sebagainya.
b. Madrasah-madrasah yang bernaung dibawah
Departemen Agama, yaiut: Madrasah Ibtidaiyah, MTs, dan Madrasah Aliyah.
c. Jenis sekolah atau madrasah khusus
Muhammadiyah, yaitu Muallimin, Muallimat, Sekolah Tabligh, dan Pondok
Pesantren Muhammadiyah.
d. Perguruan Tinggi Muhammadiyah, ada yang
umum ada yang berciri khas agama. Untuk perguruan tinggi umumnya dibawah
pembinaan Kopertis Depdikbud, sedangkan perguruan tinggi agama dibawah
pembinaan Kopertis Departemen Agama.
Ada beberapa
hal yang melatar belakangi K.H.Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah,
diantaranya:
a)
Umat
islam tidak memegang tuntunan Al-Qur’an an Hadis Nabi sehingga perbuatan
syirik, bid’ah, dan khurafat semakin merajalela serta mencemarkan kemurnian
ajarannya.
b)
Keadaan
umat islam sangat menyedihkan akibat penjajahan.
c)
Kegagalan
institusi pendidikan islam untuk memenuhi tuntutan kemajuan zaman merupakan
akibat dari mengisolasi diri.
d)
Persatuan
dan kesatuan umat islam menurun sebagai akibat lemahnya organisasi islam yang
ada.
e)
Munculnya
tantangan dari kegiatan misi zending yang dianggap mengancam masa depan umat
islam.
Organisasi Muhammadiyah aktif menyelenggarakan lembaga pendidikan
sekolah pada semua jenjang pendidikan dan tersebar ke berbagai pelosok tanah
air. Tujuan pendidikannya adalah terwujudnya manusia muslim, berakhlak, cakap,
percaya kepada diri sendiri, berguna bagi masyarakat dan negara.
ANALISIS
Pada poin ini penulis akan menganalisis tentang pemikiran Ahmad Dahlan
dalam ruang lingkup konsep pendidikan beliau yang dirangkum dari berbagai referensi.
A.
Konsep Pendidikan Ahmad Dahlan
Bila diukur dengan pemikiran sekarang, agaknya pemikiran Dahlan
tatkala mendirikan mendirikan muhammadiyah, tidaklah amat canggih, sentral
pemikiran Dahlan iyalah pendidikan agama dalam dalam arti keimanan dan amal
salih terutama keberibadatan khas, dalam hal keiman Dhlan melihat banyak
khurafat, dalam peribadatan ia melihat banyak bid’ah. pemikran Dahlan dalam
pendidikan kelihatannya muncul sebagai bawaan tugas dakwah yang memang telah
lama telah di embangnya.
Sekarang ini tuntutatan masyarakat muslim telah berkembang, karena
itu pemikiran pendidikan Muhammadiyah benar-benar harus di kembangkan,
pemikiran pendidikan yang diwriskan Dahlan tidak lagi mencukupi. Ini di mulai
dengan mengembangkan Filsfat Pendidikan Muhammadiyah.
Sehubungan dengan hal tersebut, Dahlan berpendapat upaya strategis
untuk menyelamatkan umat islam dari pola berpikir yang statis menuju pada
pemikiran yang dinamis adalah melalu pendi dikan. Pendidikan hendaknya
ditempatkan pada sekala pereoritas utama dalam peruses pembangunan umat. Mereka
hendendaknya dididik agar cerdas kritis, dan memiliki daya analisis yang
tajam memeta dinameka kehidupannya pada masa depan. Adapun kunci
meningkatkan kemajuan umat islam adalah dmbali dengan kepada Al Qur’an dan hadits, mengarahkan umat pada pemahaman
ajaran islam secara komprehensif, dan menguasai berbagai disiplin ilmu
pengetahuan. Upaya ini secara strategis dapat dilakukan melalui pendidikan.
Pada awal abad 20 M, pendidikan di Indonesia terpecah menjadi dua golongan,
yaitu (1) pendidikan yang di berikan oleh sekolahp-sekolah Barat yang sekuler
yang tak mengenal ajran agama; dan (2) pendidikan yang diberikan oleh pondok
pesantren yang hanya mengenal agama saja.
Ahmad Dahlan memiliki pandangan yang sama dengan Ahmad khan (tokoh
pembaru Islam di india) mengenai pentingnya pembentukan kepribadian. Ahmad khan
sangat bangga dengan dengan pendidikan yang demikian telah menghasilkan
orang-orang besar sepanjang sejarahnya. Akan
tetapi Ahmad khan juga mengetahui bahwa meniru metode pendidikan para pendahulunya
tidak akan membuahkan hasil yang diinginkan. Metode-metode baru yang sesuai
dengan zaman harus digali. Ahmad khan berpandangan bahwa pendidikan sangat
penting dalam pembentukan keperibadian. Sayyid Ahmad Khan tidak menganjurkan
adanya masyarakat yang sekuler atau pruralis, meskipun dia mencoba mendorong
muslim untuk berhubungan dengan orang-orang barat, makan bersama mereka dan
lain-lainnya.
Sebagaimana Ahmad Khan,Ahmad Dahlan menganggap bahwa pembentukan
kepribadian sebagai target penting dari tujuan-tujuan pendidikan. Dia
berpendapat bahwa tak seorangpun dapat mencapai kebesaran di dunia ini dan di
akhirat kecuali orang yang memiliki
peribadian yang baik. Seorang yang mempunyai kepribadian yang baik adalah orang
yang mengamalkan ajaran-ajaran al-qur’an dan hadits. Karena nabi merupakan contoh
pengamalan al-qur’an dan hadits, maka dalam peruses pembentukan keberibadian
siswa harus di perkenalkan pada kehidupan ajaran-ajaran nabi.
Selain itu, Ahmad Dahlan juga bepandangan bahwa pendidikan harus
membekali siwanya dengan pengetahuan dan keteranpilan yang di perlukan untuk
mencapai kemajuan material. Oleh karena itu, pendidikan yang baik adalah
pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat di mana siswa itu hidup.
Dengan pandangan yang demikian itu, sesungguhnya Ahmad Dahlan mengkritik kaum tradisonslis
yang menjalankan model pendidikan yang diwarisi secara turun temurun tanpa
mencoba melihat relevansinya dengan perkembangan zaman.
Pemikiran Ahmad Dahlan yang dimiliki itu, merupakan respon
pragmatis terhadap kondisi ekonomi umat islam yang tidak menguntungkan di
Indonesia. Seperti dapat di ketahui bahwa di bawah kolonialisme Belanda, umat
islam tertinggal secara ekonomi karena tidak memiliki akses ke sektor-sektor
pemerintahan atau perusahaan-perusahaan swasta. Situasi yang demikian itu menjadi
perhatian Ahmad Dahlan yang berusaha memperbarui sistem pendidikan islam.
Ahmad Dahlan sadar, bahwa tingkat partisipasi muslim merendah dalam
sektor-sektor pemerintahan itu karena kebijakan pemerintah kolonial yang
menutup peluang bagi muslim untuk masuk. Berkaitan dengan kenyataan serupa ini,
maka Ahmad Dahlan berusaha memperbaikinya dengan memberikan pencerahan tentang
pentingnya pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman bagi kemajuan
bangsa. Berkaitan dengan masalah ini Ahmad Dahlan mengutip ayat 13 surat
Al-Ro’d yang artinya: Sesungguhnya Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum,
sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.
Pendidikan dituntut untuk membawa perubahan tingkah laku baik
atau kecenderungan langsung untuk
mengubah tingkah laku peserta didiknya. Maka, pendidik dituntut untuk banyak
berkreasi dan berinovasi dalam segala hal. Oleh karena itu, kegiatan belajar
mengajar hendaknya memberikan hal tersebut secara lancar dan termotivasi.
Suasana yang dibangun harus melibatkan peserta secara aktif, misalnya bertanya,
dan mempertanyakan, menjelaskan dan sebagainya.
Menurut Abudin yang dikutip oleh Siswanto dalam
bukunya yang berjudul Filsafat dan Pemikiran Pendidikan Islam menerangkan bahwa
menurut Ahmad Dahlan pendidikan islam hendaknya diarahkan pada
usaha membentuk manusia yang berbudi pekerti luhur, ‘alim dalam agama, luas
pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan serta bersedia berjuang untuk
kemajuan masyarakatnya.Berdasarkan pendapatnya tersebut maka
dengan kata lain Dahlah mengadopsi
subtansi dan metodelogi pendidikan model barat yang dipadukan dengan pendidikan
model tradisonal,
Dahlan berhasil mensistensiskan keduanya dalam bentuk pendidikan model Muhammadiyah.
Dibawah ini adalah beberapa pendidikan sekolah yang
didirikan oleh Ahmad Dahlan yang sekaligus menandai corak kombinasi pendidikan islam
dengan pendidikan model barat:
8. Kweekschool Muhammadiyah, di Yogyakarta.
9. Mu’allim Muhammadiyah, di Solo dan Jakarta.
10. Mu’allaim Muhammadiyah, di Yogyakarta.
11. Zu’ama / Za’imat, di Yogyakarta.
12. Kulliyah Muballighin/Muballighat, di Padang
Panjang, Sumatera Tengah.
13. Tablighschool, di Yogyakarta.
14. HIK Muhammadiyah, di Yogyakarta.
Pada kesimpulannya, pemikiran Ahmad Dahlan terhadap
Pendidikan islam adalah menginginkan perkembangan pendidikan islam melalui pemikirian
yang rasional dan membuang pradigma tahayyul dan sebagainya. Serta dengan usaha
mengembangkan pendidikan islam yang modern yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat pada masa itu. Hal ini sesuai dengan pendapatnya Siswato yang
mengatakan bahwa, berdasarkan ide-idenya itu telihat bahwa Ahmad Dahlan
menggunakan pendekatan Self Correctiveterhadap
ummat islam. Menurutnya bahwa pandangan Muslim Tradisionalis terlalu meniti
beratkan pada aspek spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Sikap semacam ini
mengakibatkan kelumpuhan atau bahkan kemunduran dunia islam, sementara kelompok
yang lain telah mengalami kemajuan dalam bidang Ekonomi. Ahmad Dahlan terobsesi
dengan kekuatan system pendidikan barat seperti yang terlihat pada
sekolah-sekolah misionaris maupun pemerintah. Ahmad Dahlan berpandangan bahwa
kemajuan material merupakan prioritas karena dengan cara itu kesejahteraan
mereka akan biasa sejajar dengan kaum colonial.
ANALISIS
PENULIS
Jika saya analisis
berdasarkan beberapa referensi diatas tentang biografi Ahmad Dahlan dapat
disimpulkan bahwa Ahmad Dahlan memang keturunan dari keluarga mampu dan ada
silsilah dengan salah satu wali songo. Disamping itu, Ahmad Dahla memang sudah
dididik secara baik oleh orang tuanya dan didorong untuk tekun belajar. Semenjak kecil, Dahlan diasuh dan
dididik sebagai putera kiyai. Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar
membaca, menulis, mengaji al-Qur’an, dan kitab-kitab agama. Pendidikannya ini
diperoleh langsung dari ayahnya. Menjelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami
ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama besar waktu itu. Di antaranya KH.
Muhammad Saleh (Ilmu Fiqh), K.H. Mahfudz dan Syekh Khayyat Sattokh (Ilmu
Hadis), Syekh Amin dan Sayyid Bakri (Qiraat al-Qur’an), serta beberapa guru lainnya dalam usia relatif
muda, ia telah mampu menguasai berbagai disiplin ilmu keislaman. Ketajaman
intelektualnya yang tinggi membuat Dahlan selalu merasa tidak puas dengan ilmu
yang telah dipelajarinya dan terus berupaya untuk lebih mendalaminya.
Dalam bukunya
Siswanto yang berjudul Filsafat dan Pemikiran Pendidikan Islam yang dikutip
dari ensiklopedi islam juga disebutkan jenjang pengalaman pendidikanya Ahmad Dahlan pernah pula belajar
di Mekkah setalah melakukan ibadah haji atas keinginnan orang tuanya. Setelah
menunaikan ibadah haji Ia bermukim 5 tahun untuk menuntut ilmu agama islam disana, seperti qiraat, tauhid, tafsir,
fiqh, tasawuf, ilmu mantik dan ilmu falak.
Seiring
pertumbuhannya, Ahmad Dahlan menjadi seorang yang mempunyai pandangan yang luas
serta pondasi yang mapan dalam keagamaanya. Hal ini terbukti dari
usaha-usahanya dalam membentuk pendidikan yang lebih baik di Indonesia dengan
didirikannya Muhammadiyah.
KESIMPULAN
Ahmad dahlan dilahirkan di kauman (Yogyakarta), pada tahun 1868
sebagai anak salah seorang dari 12 khatib masjid Agung Yogyakarta.Anak dari
seorang KH. Abu Bakar bin K. Sulaiman, ibunya bernama Siti Aminah, putri K.H
Ibrahim yang pernah menjabat sebagai penghulu di kraton Yogyakarta.
Semenjak kecil, Dahlan diasuh dan dididik sebagai putera kiyai.
Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji al-Qur’an,
dan kitab-kitab agama. Pendidikannya ini diperoleh langsung dari ayahnya.
Menjelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa
ulama besar waktu itu.Pada tahun 1903, ia berkesempatan kembali pergi ke Makkah
untuk memperdalam ilmu agama selama 3 tahun. Kali ini ia banyak belajar dengan
Syekh Ahmad Khatib Minangkabau. Disamping itu, ia tertarik pada pemikiran Ibn
Taimiyah, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridla.
Diantara kitab tafsir yang menarik hatinya adalah Tafsir al-Manar. Dari kitab
inilah ia mendapat inspirasi dan motivasi untuk mengadakan perbaikan dan
pembaharuan umat islam di Indonesia.
Ide-ide pembaharuan Dahlan dapat diklasifikasi kepada dua dimensi,
yaitu: pertama, memurnikan (purifikasi) ajaran islam dari khurafat,
takhayyul, dan bid’ah yang selama ini telah bercampur dalam akidah dan ibadah
umat islam. Kedua,mengajak umat islam untuk keluar dari jaring pemikiran
tradisional melalui reinterpretasi terhadap doktrin islam dalm rumusan dan
penjelasan yang dapat diterima oleh rasio.
Pada saat berdirinya organisasi Muhammadiyah pada tanggal 18
November 1912, tujuan utamanya untuk mendalami agama islam di kalangan anggota
sendiri dan menyebarkan agama islam di luar anggota inti. Kegitan terpenting
organisasi ini adalah tabligh, yaitu suatu rapat dimana diberikan satu atau
beberapa pidato untuk menjelaskan agama. Tabligh diselenggarakan secara teratur
sekali dalam seminggu atau secara berkala oleh para mubaligh yang berkeliling,
Dengan demikian tabligh merupakan unsur baru yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan orang yang mengharapkan pengetahuan ilmu agama yang lebih banyak.
Dalam bidang pendidikan muhammadiyah melanjutkan model sekolah yang digabungkan
dengan sistem pendidikan gubernemen, disamping sekolah desa di kampungnya
sendiri, Ahamad Dahlan juga membuka sekolah yang sama di kampung yogya yang
lain.
disebutkan didalamnya pula ada beberapa
sekolah-sekolah Muhammadiyah yang tertua dan besar jasanya, seperti:
15. Kweekschool Muhammadiyah, di Yogyakarta.
16. Mu’allim Muhammadiyah, di Solo dan Jakarta.
17. Mu’allaim Muhammadiyah, di Yogyakarta.
18. Zu’ama / Za’imat, di Yogyakarta.
19. Kulliyah Muballighin/Muballighat, di Padang
Panjang, Sumatera Tengah.
20. Tablighschool, di Yogyakarta.
21. HIK Muhammadiyah, di Yogyakarta.
K.H Ahmad Dahlan telah berjasa dalam membentuk dan
mengembangkan pendidikan sekolah yang dapat diklasifikasikan ke dalam dua
macam, yakni: sekolah sebelum merdeka dan sesudah merdeka.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata,
Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005)
Afif Hasan,
Filsafat Pendidikan Islam, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2013)
Hasan Basri,
Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009),
Hasbullah,
Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2007)
Ramayulis,
Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009)
Samsul Nizar, Filsafat
Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta:
Ciputat Pers, 2002)
Siswanto, Filsafat
dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Surabaya: Pena Salsabila, 2015)
Belum ada tanggapan untuk "Konsep Pendidikan dalam Perspektif Ahmad Dahlan (Makalah Lengkap)"
Posting Komentar